Meluruskan 7 Mitos tentang Minyak Goreng yang Harus Kalian Ketahui Menurut Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S.

“Sehat Dimulai dari Minyak Goreng. Kesalahan dalam memilih dan cara menggunakannya pun bisa berakibat buruk bagi kesehatan.”

Setiap produsen minyak goreng mengklaim bahwa produknya lah yang paling baik. Dari berbagai iklan, tergambar bahwa minyak goreng yang baik adalah yang non-kolesterol, mengandung omega 6, melalui proses dua kali penyaringan, dan sebagainya. Layakkah hal itu dijadikan pertimbangan dalam memilih minyak goreng, inilah penjelasan Guru Besar Pangan dan Gizi Institute Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S. tentang minyak goreng.

Prof. Ali Khomsan

1. Bagus = Asam Lemak Tak Jenuhnya Rendah

Minyak yang bagus didasarkan pada tujuan pemakaian. Jika untuk menggoreng dan demi cita rasa gurih dan renyah, minyak goreng kelapa sawit dengan kandungan asam lemak jenuhnya yang tinggi bisa mewakili. Minyak sawit kadang-kadang dianggap jahat, karena kandungan asam lemak jenuhnya yang tinggi (hampir 50%) dan dengan lemak hewan yang juga jenuh seperti mentega dan lard (lemak babi). Padahal, minyak sawit ini berbeda dengan lemak yang bersifat hiperkolestrolemik (meningkatkan kolestrol) seperti lard. 

Sayangnya, masyarakat bahkan dunia, seakan mematok baik tidaknya minyak goreng berdasarkan tinggi rendahnya kandungan asam lemak tak jenuh yang dikandungnya. Perlu dipahami bahwa, konsumsi asam lemak jenuh secara berlebihan ternyata juga membahayakan kesehatan. Asam lemak dari minyak terdiri atas tiga jenis, yaitu lemak jenuh, lemak tak jenuh tunggal, dan lemak tak jenuh ganda. Minyak jagung dan kedelai mengandung sekitar 10% lemak jenuh dan 90% lemak tak jenuh. Pada minyak kelapa sawit kandungannya seimbang.

2. Minyak Kedelai, Jagung Lebih Sehat dari Sawit?

Dari sisi kesehatan, masih timbul pro dan kontra mengenal mana yang lebih baik antara minyak tropis (kelapa, sawit) dan non-tropis (jagung dan kedelai). Penelitian tentang minyak kedelai ataupun minyak jagung yang dilakukan oleh ilmuwan barat, menggiring ke arah temuan bahwa kedua minyak tersebutlah yang baik. Hasil-hasil kajian tentang minyak sawit sendiri masih terbatas.

Memilih minyak goreng, menurut Prof. Ali baiknya didasarkan pada tiga hal, yaitu kandungan gizi, harga, serta cita rasanya. Mengacu dari hal itu, minyak goreng kelapa sawit yang banyak beredar di pasaran sebenarnya sudah layak menjadi pilihan.

3. Semakin Jernih Semakin Baik Kualitasnya

Minyak yang jernih tak selalu lebih baik dari yang berwarna kuning kemerahan. Beragam warna pada minyak goreng mencerminkan tingkat kandungan Beta-karotennya (Pro-vitamin A). Warna kuning kemerahan pada sawit menunjukkan kandungan Beta-karotennya yang tinggi. Dari segi gizi, ini bagus untuk tubuh.

4. Non-Kolesterol Dijamin lebih Sehat

Pemasangan label non-kolesterol sungguh menyesatkan. Klaim tersebut menciptakan citra seolah minyak goreng tersebut memiliki nilai lebih ketimbang produk lain yang tidak mencantumkan klaim serupa. Minyak goreng dari nabati seperti kelapa, kelapa sawit, jagung, dan biji bunga matahari tidak mengandung kolesterol. Penyebutan non-kolesterol ini juga bisa menimbulkan pemahaman keliru. Seolah-olah karena tidak ada kolesterol, minyak ini boleh dikonsumsi bebas. Walau terbuat dari nabati, minyak goreng tetap mengandung asam lemak, baik asam lemak tak jenuh maupun asam lemak jenuh. Jika dikonsumsi berlebihan, tak baik juga untuk kesehatan.

5. Cari yang Ber-Omega 6 dan 9

Jangan mudah terbujuk rayu dengan minyak goreng yang mengklaim mengandung Omega 6 dan 9. Minyak goreng “ber-omega” adalah trik produsen. Ber-Omega  bukan keunggulan satu-dua produk minyak yang mencantumkan klaim tersebut. Semua minyak goreng,  tanpa perlu mengklaim pun memang mengandung Omega. Namun mungkin berbeda pada besar kecil nilai yang terkandung.

6. Harus 2x Penyaringan dan Melalui  5x Proses

Tidak ada yang istimewa dengan “keunggulan” itu, karena minyak goreng dari bahan apapun sejak sedari dulu pun melalui beberapa proses penyaringan dan multiple proses. Penyaringan dua kali merupakan proses pemisahan minyak fase padat (stearin) dari fase cair. Jadi agar stearinnya tidak terbawa, dilakukanlah penyaringan dua kali. Jika hanya dilakukan satu kali penyaringan, terkadang minyak masih ada yang membeku. Sebetulnya, minyak goreng yang membeku tidak berbahaya bagi kesehatan.

7. Yang Bagus yang Bisa Diminum

“Menguji mutu suatu minyak goreng adalah dengan diminum”
Demikian pesan sebuah iklan sebuah minyak goreng. Meski terkesan janggal, minyak goreng yang sudah melalui beberapa tahap memang bisa diminum. Namun, bisa diminum disini tidak diartikan minyak tersebut terjamin lebih higienis dan lebih bagus dibandingkan yang lain.

Semoga bermanfaat

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Meluruskan 7 Mitos tentang Minyak Goreng yang Harus Kalian Ketahui Menurut Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S."

Post a Comment