Cara Jitu Menghadapi Anak yang Jago Berkelit Menurut Psikolog Diana, M.Psi.

Ketika diminta segera mandi, si usia sekolah menyahut, 

“Iya, bentar ya, lagi cari mainan dulu.” 

Kali lain saat ditanya kenapa makan siangnya tidak habis,

“Tadi di sekolah aku sakit perut.”

Bahkan, di sekolah saat tiba jam pelajaran olahraga yang tak disukainya,

“Aku di kelas saja ya Pak guru. Aku Pusing”

Hadeuuuuh!

Ya, anak usia sekolah memang sudah jago berkelit. Ini adalah bentuk perilaku menghindari kejadian/stimulus yang menurutnya kurang menyenangkan atau mengancamnya. Sebenarnya hal ini wajar terjadi, karena setiap manusia dibekali kemampuan memberikan respons fight or flight ketika merasa sedang terancam.

Masalahnya, berkelit ini bisa juga bentuk respons flight (menghindar) terhadap tugas-tugas yang tidak mengancam namun berpotensi mengganggu rasa nyaman anak. Umpama, tugas-tugas rutin dalam kesehariannya seperti mandi, menyikat gigi, merapikan mainan sehabis bermain dan lain-lain. Nah, inilah yang menjadi persoalan yang kerap membuat orang tua gemas.

Baca juga : Omelilah Anak dengan Nada yang Indah Menurut Dr. Seto Mulyadi, M.Psi

Semua Anak

Menurut Psikolog Diana, M.Psi., dilihat dari teori perkembangan, berkelit merupakan salah satu bentuk usaha anak untuk mempertahankan kebutuhannya, supaya bisa mengendalikan otonomi dirinya ataupun mengendalikan situasi/orang di sekitarnya.

Berdasarkan pandangan pakar psikososial, Erikson, di usia 18 bulan – 3 tahun, anak berada pada tahap perkembangan otonomi versus mau dan ragu-ragu. Di tahap ini, anak mulai mengembangkan otonomi dirinya dengan mengeksplorasi dunia di sekitarnya. Dari sini, anak mulai memahami apa yang disukainya dan tidak, selain juga semakin memahami cara mempertahankan ataupun menolak sesuatu yang membuatnya nyaman ataupun tidak.

Baca juga : Main "Berantem-beranteman" juga ada Manfaatnya bagi Si Kecil Menurut Ristriarie Kusumaningrum, M.Psi.

Di usia batita, ketika perkembangan bahasa dan kognitifnya masih sederhana, anak lebih banyak berkelit dengan tindakan atau kalimat sederhana. Masuk usia 4-5 tahun, perkembangan bahasa dan kognitif anak semakin matang, ia mulai mengenal dan menggunakan konsep “kapan”, “kalau”, “tetapi” dan “karena”, sehingga memungkinkannya untuk menceritakan/menjelaskan sesuatu dengan lebih panjang. Pun, anak 5 tahun semakin terampil dalam bernegosiasi dan beragumentasi. Anak umumnya mulai menunjukkan sikap menghindari sesuatu/situasi yang kurang ia sukai, dengan memberikan alasan-alasan (berkelit)

Masuk usia SD, anak semakin piawai menggunakan kemampuannya ini, ia berkelit dengan memberikan alasan-alasan. Jadi berkelitnya anak usia SD sudah menggunakan kemampuan kognitif yang lebih matang. Ia pun sudah menguasai perbendaharaan kata yang banyak dan mampu merangkainya menjadi kalimat utuh, hingga menghasilkan pernyataan logis yang sederhana.

Akan tetapi, kelancaran seorang anak dalam berkelit bukan berarti dia cerdas. Soalnya, berkelit atau memberikan alasan-alasan dapat dilakukan oleh semua anak yang tidak mengalami hambatan perkembangan secara kognitif ataupun bahasa. Ingat, berkelit adalah reaksi fight or flight yang secara natural dimiliki oleh setiap manusia untuk menghadapi situasi atau sesuatu yang dinilai mengancamnya.

Baca juga : Menciptakan Kecerdasan Dimulai dengan Sarapan Menurut dr. Samuel Oetoro MS, SpGK

Tenang, Terkendali

Ketika anak mulai membuat alasan-alasan untuk menghindari sesuatu, orangtua (juga guru) perlu lebih tanggap dan fokus terhadap penyebab anak melakukannya daripada alasan yang dikemukakannya. Untuk itu, saat menghadapi anak seperti ini, bersikaplah tenang dan terkendali.

Jika anak mulai membuat alasan karena ingin menghindari suatu hal yang menbuatnya cemas/khawatir, kita perlu membantu anak mengatasi kecemasannya. Ucapkan kalimat yang mendukung, temani anak melakukan kegiatan tersebut atau berikan tugas secara bertahap. 

Bila anak berkelit karena ingin mempertahankan otonominya, kita tidak perlu mendebat atau membahasnya. Berikan saja pilihan kepadanya,

“Kamu dapat memilih untuk merapikan mainanmu atau mandi sekarang”

Baca juga : Bikin Resep Demam Yuk untuk Anak.. ala dr. Zaidul Akbar

Hindari kata-kata yang sifatnya bertanya ataupun meminta, sebaiknya gunakan kalimat pernyataan yang jelas dan ringkas,

“Mama membutuhkan bantuanmu saat ini. Tolong bawakan piring-piring kotor itu ke dapur sekarang”

Satu hal yang perlu diperhatikan, adakalanya orangtua perlu peka terhadap alasan yang diberikan anak karena bisa jadi menurut kitia berkelit tapi anak tidak bermaksud seperti itu. Misal,

“Mam, saya akan mandi setelah membereskan mainan.”

Jika demikian, yang perlu kita lakukan adalah memberikan batasan waktu (time limit) sampai anak siap melakukan tugas/kegiatan lainnya.

Jadi, kita boleh saja mendengarkan alasan-alasan yang anak ungkapkan, selama alasan-alasan tersebut tidak mengurangi/menjauhkan anak dari tugas dan tanggung jawabnya. Bila kita mampu tetap konsisten dan tegas mengenai tugas yang telah diberikan kepada anak, tentunya perilaku berkelit ini akan berangsur-angsur berkurang.

Ingat ya, Mam.. tenang dan terkendali.


(Disalin dari salah satu artikel Tabloid 'Nakita' No. 735 Tahun ke-XV)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cara Jitu Menghadapi Anak yang Jago Berkelit Menurut Psikolog Diana, M.Psi."

Post a Comment