Cerpen: Takdir ALLAH

Panggil saja aku Zahra, Aku mempunyai kakak laki-Laki, Namanya Kak Sandi.

Semenjak lulus dari Sekolah Menengah keluargaku memondokkanku di Pondok pesantren Al-Azhar. Cantik dan Pintar, itu yang ada pada diriku. Ya! Karena hal itu tidak jarang dari temanku mendekatiku hanya karena ingin menjodohkanku dengan kakak laki-lakinya/Saudaranya. Tapi sayangnya cintaku sudah tertuju pada satu pria.

Hmmmb… Mas Azam.

Dia adalah temannya Kak Sandi. Untungnya kak sandi tidak mengetahui tentang semua hal ini. Sudah lama aku mencintainya, ternyata dia juga mencintaiku. kita sengaja tidak menjalin hubungan seperti pemuda-pemudi lainnya, karena itu dilarang oleh agama.

Mas Azam pernah bilang kepadaku.

“Nanti kalau sudah pada waktunya, Mas Azam akan mengkhitbah adek”.

Itu adalah ucapan mas Azam yang selalu kuingat.

Kini aku sudah 5 tahun berada di pondok ini, akan selalu kunanti apa yang mas Azam ucapakan dulu.

“Zahra!!!” ucap Lina membuyarkan Lamunanku

“Ada apa??” Tanyaku singkat

“Ada orangtua kamu di depan, udah dari tadi nungguin” ucap dina memberi tahu

“Oh ya!?!” ucapku masih tidak percaya

Dina hanya menganggukkan kepalanya. Akupun bergegas ke orangtuaku, Bersalaman dengan mereka dan membawa mereka ke Ruang Tamu.


Sesampainya…

24 Mei 13:39

“Ada apa bu, kok tumben tiba-tiba kesini mendadak?” tanyaku pada ibu

Ibu hanya diam, lalu ia menoleh pada ayah

“Ayah aja yang bicara” ucap ibu pada ayah

Ayah hanya membalas dengan anggukan.

Aku merasa bingung, ada apa? kenapa mereka bersifat aneh, apa yang terjadi? apakah mereka telah merencanakan sesuatu?

“Gini nak… emm…” ucap ayah ragu-ragu

Aku semakin penasaran dengan semua ini, hatiku semakin resah

“Gini, ayah sama ibu sudah bersepakat menjodohkanmu dengan anak teman ayah” Deg!

Aku tercekat mendengar kata-kata ayah yang diucapkannya tadi

“Zahra, bagaimana?” tanya ibu

“A-apanya yang bagaimana bu?” tanyaku terbata-bata

“Kamu setuju kan kalau ayah sama ibu menjodohkanmu dengan anak teman ayah?” tanya ibu memperjelas.

Aku benar-benar tidak bisa menjawab, Bagaimana mungkin aku menyetujui perjodohan ini, sedangkan aku sudah berjanji akan menunggu mas Azam untuk mengkhitbahku.

“Zahra, mungkin kamu butuh berfikir tentang perjodohan ini, ibu berharap kamu menerima perjodohan yang sudah lama ayah dan ibu rencanakan” ucap ibu

Perkataan ibu membuatku ingin menangis dan menjerit, dimana mas Azam? Kenapa dia menghilang begitu saja tanpa ada kabar. dimana janjinya, janji kalau dia akan mengkhitbahku. apakah mas Azam telah melupakan janjinya kepadaku?

Ibupun mengalihkan pembicaraan tentang hal lain, selain perjodohan itu.

Setelah lama berbincang-berbincang dengan ayah dan ibu, mereka pun berpamitan untuk pulang, setelah bersalaman dengan mereka aku cepat-cepat aku kembali ke kamar asrama karena tidak bisa membendung air mataku lagi.

“Zahra kamu kenapa?” tanya lina khawatir yang melihatku menangis, ia langsung memelukku.

“Udah, jangan nangis lagi, kamu kenapa sih? cerita dong?” ucap lina sambil menenangkanku.

Akupun menceritakan semua tentang perjodohan itu pada dina.

“Za, aku jadi inget sesuatu nih” ucap lina tiba-tiba melepas pelukannya dariku

“Ada apa?” tanyaku sambil menghapus air mataku

“Kamu tau kan orangtua Nayla ama orangtua Azam saling mengenal, dan Zahra juga pernah bilang ke aku, kalo dia sekarang lagi dijodohin sama anak temen orangtuanya” ucap lina

Aku hanya diam, tak mampu untuk mengeluarkan satu patah kata apapun aku hanya memandangnya penuh dengan tanya.


24 Mei 17:18

“Dan yang bikin mengherankan lagi, Nayla bilang kalo dia langsung nerima perjodohan itu, karena dia tau kalo dia dijodohin ama orang yang selama ini dia cintai” ucap lina melanjutkan

“Kamu tau kalung yang dipakai Nayla sekarang?” tanya lina. Aku hanya mengangguk

“Ada inisial namanya kan?” lanjutnya

“AZ” ucapku lirih

“Azam Zahra” ucap lina

Tanpa sadar airmataku mengalir membasahi pipiku lagi, aku pun kembali memeluk lina dengan sangat erat.

“Aku gak nyangka kalo Azam akan ngingkari janjinya, dan… Zahra, aku tau dia juga cinta Azam, tapi kan dia juga teman kamu, seharusnya dia menjaga perasaan kamu” ucap lina tidak habis pikir

“Itu dulu” ucapku serak, lina tercengang dengan perkataanku

“Dulu dia emang temenku, malah bahkan udah aku anggep sebagai saudaraku sendiri, tapi… disaat dia bilang juga cinta mas Azam, malah dia bilang gak pengen kalo aku bersama mas Azam, mas Azam harus menjadi miliknya” ucapku melanjutkan

“Sekarang dia berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan” kali ini air mataku menetes lagi

“Za, mungkin Azam memang bukan jodoh kamu, masih banyak pria yang jauh lebih baik dari dia, So, mulai dari sekarang lupain dia dan belajar suka sama pria yang udah orangtua kamu pilih buat kamu” ucap lina meyakinkanku

Aku menghentikan tangisanku, merenungi apa yang diucapkan lina tadi

“Inget, pilihan orangtua jauh lebih baik dari apa yang kita bayangkan” ucap lina melanjutkan

Kutatap dia lekat-lekat.

“Apa mungkin aku bisa melupakan mas Azam?” tanyaku ragu.

“Kamu pasti bisa melupakan pria itu” ucap lina optimis

Akupun mengangguk, aku yakin kalau aku bisa melupakan mas Azam, meski diiringi dengan rasa sakit.

Nayla adalah teman baikku dulu, kita berteman sudah cukup lama, dia sudah aku anggap sebagai saudaraku sendiri, kita saling berbagi cerita, saling melengkapi dan juga saling mengerti. Tapi, karena kita sama-sama mencintai pria yang sama, pertemanan kita berakhir. awalnya dia mengelak bahwa dia juga cinta mas Azam, tapi pada akhirnya, Nayla berterus terang bahwa dia juga cinta mas Azam. dia juga bilang, dia tidak rela kalau nantinya mas Azam bersamaku. dia juga berjanji bagaimanapun caranya mas Azam harus menjadi miliknya.

Aku pun melewati hari demi hari yang menyakitkan itu, hari dimana aku harus melupakan pria yang kucinta dan juga belajar mencintai orang yang sama sekali tidak aku kenal.

Dan sampai akhirnya kedua orangtuaku datang untuk menjemputku, setelah selesai soan ke bu nyai aku pun berpamitan kepada teman-temanku, kecuali kepada Nayla, dia begitu sangat senang jika aku keluar dari pondok ini, termasuk melihatku menikah dengan pria lain dan bukan mas Azam.

“Za, ayo” ucap ibu

Aku hanya mengangguk, setelah selesai berkemas dan meletakkan barang-barang ke dalam mobil dengan dibantu ibu

“Zahra ayo” ucap ayah sambil membukakan pintu mobil untukku dan ibu. aku hanya mengangguk lalu masuk dalam mobil, ayah segera melajukan mobilnya.

Selama di perjalanan suasananya hening tidak ada yang memulai pembicaraan. Sampai akhirnya kita sampai di rumah.

“Za, akad nikahnya besok, jadi kamu persiapkan diri kamu, yaa!!” ucap ibu memberi tahu karena melihatku yang begitu heran dengan keadaan rumah yang cukup ramai.


Keesokan harinya…

Setelah selesai berhias, aku memilih untuk menyendiri di kamar meratapi takdir yang sedang aku hadapi. dan suara itu terdengar di telingaku.

Suara yang mana aku ingin mas Azam yang mengucapkannya.

Tak terasa air mataku menetes membasahi pipiku, tiba-tiba pintu terbuka ibu melihatku menangis

“Zahra kenapa nangis sayang? udah jangan nangis, ini kan hari yang membahagiakan buat kamu. ayo kita keluar temui suamimu” ucap ibu sambil mengiringiku untuk menemuinya.

Setelah berhadapan dengannya, aku tak mampu memandang wajahnya, kutundukkan wajahku dalam-dalam. bersalaman dengannya tanpa memandang wajahnya, dia mengecup keningku lama, air mataku menetes lagi.


25 Mei 7:17

“Sampai kapan kamu akan menundukkan wajahmu itu??” ucapnya kepadaku. aku mengenal suara itu, suara yang selalu kuingat dulu… mas Azam. tapi mana mungkin dia…

Kuberanikan diri untuk menatap wajahnya…

Dia tersenyum kepadaku, air mataku menetes karena kebahagiaan.

“Ini janji mas Azam, yang mas Azam ucapkan dulu” ucap mas Azam penuh dengan kelembutan.

Air mataku masih menetes, kali ini aku tidak bisa membendung air mataku, aku begitu bahagia.


Pria yang slama ini aku harapkan dia sekarang di hadapanku, sebagai suamiku.

“Udah jangan nangis dek, kan ada mas Azam di sini” ucap mas Azam sambil tersenyum lebar.

“Zahra!!!”

Tiba-tiba ada seseorang yang memanggilku. dengan serentak aku dan mas Azam menoleh ke sumber suara.

“Nayla” ucapku lirih

Nayla datang menghampiriku lalu ia memelukku.

“Za, maafin aku, aku udah jahat sama kamu, aku udah bo’ongin kamu, dengan bicara ke lina kalo aku dijodohin dengan mas Azam” ucap Nayla sambil menangis

“Semua sandiwara” ucap Nayla melanjutkan.

“Aku udah maafin kamu kok” ucapku tenang

“Selamat ya Zahra, semoga kamu bahagia” ucap Nayla. aku hanya menganggukkan kepala.

“Ya udah kalo gitu aku balik dulu ya” ucap Zahra berpamitan.


25 Mei 10:01

Singkat Cerita…

Akupun menjalani bahtera rumah tangga yang sangat bahagia bersama mas Azam, 6 bulan kita menikah, aku hamil, dan sampai akhirnya hari kelahiran anakku sudah tiba…

Ternyata Allah memberiku kebahagiaan ganda, aku mempunyai anak kembar. aku begitu bahagia, sangaaat bahagia.

Tapi sayangnya takdir berkata lain, kondisiku semakin parah, banyak darah yang aku keluarkan, kondisiku sekarang kritis.

“Dek, kamu harus kuat! kita rawat anak kira bareng-bareng” ucap mas Azam menyemangatiku

“Adek gak pengen ngeliat pertumbuhan anak kita nanti?” lanjutnya

“Mas, maaf kalo adek banyak salah ke mas Azam, maaf kalo adek gak bisa ngerawat anak kita, adek udah gak kuat lagi” ucapku penuh perjuangan

“Nay, kamu sahabatku kan?” ucapku pada NaylaNayla hanya mengangguk.

“Aku tau kamu masih cinta sama mas Azam, kamu mau kan ngerawat anakku bersama mas Azam”

“Zahra kamu ngomong apa’an sih, jangan ngaco deh, kamu pasti bisa sembuh, kamu harus kuat ya!”

“Nay, aku titip anak-anakku sama mas Azam ke kamu ya!! Mereka adalah amanah kamu, kamu jaga mereka ya!” ucapku sambil menangis

“Mas, tolong kamu terima Nayla, rawat anak kita bersama Nayla, kamu harus bahagia bersama Nayla mas” ucapku pada mas Azam

“Zahra!! kamu kasih nama anak kamu siapa??” tanya ibuku sambil menahan isak tangisnya

“Anakku aku kasih nama Zahra dan Zahira, mas Azam setuju kan?” tanyaku pada mas Azam

“Tentu” jawabnya tidak bersemangat

“Kalian yang bahagia ya” ucapku yang terakhir kalinya

kuucapkan 2 kalimat syahadat dan…

“Zahra…” ucap Nayla kaget

“Naaak” ucap ibu sambil memegang tanganku

“Mas Azam akan menjaga anak kita dengan baik bersama dengan Nayla, seperti yang adek minta” ucap mas Azam lirih sambil membisikka padaku, lalu ia mengecup keningku. air matanya menetes mengenai pipiku.


Takdir Allah memang tidak ada yang menduga…

Ya Allah terima kasih atas kebahagiaan yang telah engkau beri kepadaku.


Cerpen Takdir Allah merupakan cerita pendek karangan Zhullizha. Disalin dari cerpenmu.com



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerpen: Takdir ALLAH"

Post a Comment