Salah Kaprah Obat Kuat Menurut Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS
Bermacam "obat kuat" kini mulai banyak beredar. Entah dari mana awalnya istilah "obat kuat" muncul dan menjadi populer di masyarakat. Padahal dalam dunia kedokteran, istilah itu tidak di kenal. Menurut ahli andrologi dan seksologi, Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS, istilah "obat kuat" lebih tepat diartikan sebagai obat erektogenetik, yaitu obat yang membuat ereksi menjadi baik dan ejakulasi tidak cepat terjadi.
Tujuan "obat kuat" ini tentu saja untuk meningkatkan kepuasan seksual. Istilah obat kuat digunakan begitu saja oleh masyarakat awam tanpa pengertian yang jelas. Istilah itu masih digunakan dan tampaknya semakin sering ditujukan bagi berbagai produk yang dianggap dapat mengatasi disfungsi seksual. Padahal, penanganan untuk disfungsi seksual pun tergantung pada jenis, penyebab dan disesuaikan daya kerja obat terhadap komponen fungsi seksual yang terganggu.
Menurut Prof. Wimpie, para dokter spesialis andrologi dan seksologi atau dokter yang mendalami kedokteran seksual pasti mengerti dengan benar bahan erektogenik apa yang diakui secara internasional. Mereka pun mengerti dengan benar bahan apa yang boleh digunakan untuk mengatasi disfungsi seksual. Semua bahan yang tidak mempunyai evidence base atau scientific clinical base (dasar uji klinis), seharusnya tidak layak digunakan dalam pengobatan.
Sampai saat ini, bahan erektogenik yang diakui secara internasional berdasarkan penelitian yang ekstensif dan evidence base adalah sildenafil sitrar, vardenafil, dan tadalafil. Generasi keempat adalah udenafil yang telah beredar di beberapa negara walaupun belum mendapat persetujuan US FDA. Udenefil itulah yang dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh "pengusaha hitam".
Mitos
Prof. Wimpie menjelaskan, istilah "obat kuat" semakin sering disebut sejak semakin banyaknya produk yang dikaitkan dengan seks. Di Indonesia produk jamu yang ditujukan sebagai "obat kuat" atau meningkatkan stamina pria, semakin banyak setelah tahun 1999. Pada saat itu, obat erektogenik yang mengandung sildenafil sitrat beredar resmi di aindonesia. Obat tersebut berdasarkan data ilmiah merupakan obat erektogenik pertama yang efektif.
Sejak itulah semakin banyak iklan "obat kuat" untuk meningkatkan stamina pria beredar di media massa. Sayangnya istilah tersebut disalahgunakan untuk berbagai produk obat herbal atau tradisional. Mitos jamu yang berkhasiat sebagai "obat kuat" telah dimanfaatkan oleh "pengusaha hitam" dengan mencampur produknya dengan bahan sildenafil sitrat. Prof. Wimpie menyayangkan pihak yang berwenang tidak peka sehingga dengan mudah memberikan izin bebas beredar, hanya karena menggunakan sebutan herbal atau tradisional. Kini akhirnya marak dibicarakan tentang berbagai produk herbal yang melanggar karena kandungannya ternyata dicampur dengan bahan obat keras.
Jangan Tertipu
Menurut Prof. Wimpie, penipuan mencampur herbal dengan bahan kimia erektogenik itu menunjukkan bahwa belum ada jamu murni yang bermanfaat efektif seperti bahan obat yang telah melewati penelitian yang benar. Untuk itu, perlu diragukan jika ada bahan lain yang diiklankan efektif berfungsi sebagai erektogenik.
Dengan dasar tersebut, Prof. Wimpie mengatakan, sebaiknya pihak BPOM tidak perlu tertipu berulang kali dengan memberikan ijin edar dengan mudahnya bagi produk herbal/jamu yang mengklaim sebagai "obat kuat", semata-mata karena produk itu disebut produk herbal atau suplemen.
Prof. Wimpie pun mengatakan, bahwa memang tidak mudah melakukan analisis untuk mengetahui kemungkinan adanya bahan erektogenik. Apalagi untuk melakukan analisis, bahan tersebut harus dikirim ke negeri lain. Kelemahan itulah yang tampaknya digunakan oleh "pengusaha hitam" yang mencampur produknya dengan zat obat keras, tetapi tetap mendaftarkannya sebagai jamu atau obat herbal.
Sebenarnya negeri ini telah cukup lama menjadi ladang pembuangan atas nama import bahan atau alat yang berkaitan dengan praktik tidak ilmiah dalam bidang kesehatan. Bahan obat herbal dan suplemen yang tidak jelas isinya dilempar dalam jumlah besar melalui jalur impor ke negeri ini.
Kenyataan di lapangan dengan jelas menunjukkan bahwa produk yang dijual di negeri ini tidak selalu mengandung bahan yang sama dengan yang dicantumkan dan dijual di negara asalnya. Ada produk yang dijual disini telah dicampur dengan bahan lain yang tidak dicantumkan pada brosur produk itu.
Prof. Wimpie mengatakan, proses perizinan yang cukup mudah membuat produk seperti itu merajalela beredar dan digunakan oleh masyarakat luas. Karena itu, bila terjadi penipuan, baru diketahui setelah beredar luas dan digunakan masyarakat. Kini kemungkinannya masih ada sebagian produk penipuan seperti itu yang tidak diketahui dan tetap beredar di Indonesia.
0 Response to "Salah Kaprah Obat Kuat Menurut Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS"
Post a Comment