Menyelami Asma Menurut dr. Heru Sundaru, SpPD-KAI
Bengek, mengi atau sesak kumatan, itulah istilah-istilah yang sering digunakan orang untuk menyebut asma. Gejalanya yang khas berupa serangan napas berbunyi memang membuat penyakit yang diperkenalkan hipocrates sejak 2000 tahun yang lalu ini cukup akrab di telinga kita. Yang belum banyak diketahui orang adalah bahwa asma samai sekarang masih menjadi masalah kesehatan dunia. WHO memperkirakan sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang asma dan jumlahnya terus bertambah sekitar 180.000 setiap tahunnya.
Apa itu Asma?
Penyakit asma mempengaruhi saluran napas manusia, menurut Prof DR. dr. Faisal Yunus, SpP, asma terjadi karena adanya penyempitan saluran napas yang terjadi akibat rangsangan tertentu pada orang-orang yang sensitif. Pada orang-orang ini terjadi peradangan secara terus menerus di saluran napasnya sehingga dapat bereaksi hebat (hiperaktif) pada zat atau keadaan tertentu, misalnya bahan kimia, asap rokok, perubahan cuaca, atau keadaan stres.
Hal senada juga diungkapkan oleh dr. Heru Sundaru, SpPD-KAI, konsultan alergi dan imunologi. Saluran napas kita berbentuk seperti pipa-pipa bercabang, saluran ini menyempit karena disebabkan beberapa hal antara lain mengkerutnya otot-otot yang melingkari saluran napas, membengkaknya jaringan sekitar selaput lendir, serta meningkatnya produksi lendir dan dahak yang dikeluarkan ke dalam saluran napas, akibatnya aliran udara yang masuk maupun keluar dari paru-paru terganggu, tergantung pada berat ringannya penyempitan saluran napas, karena gejala nafas bervariasi.
Ironisnya meski semua orang dapat mengenal gejala asma, hingga kini penyebab pasti asma belum diketahui. Banyak teori yang dikemukakan para ahli namun belum sepenuhnya mereka semua sepaham. Yang jelas, saluran napas penderita terlalu peka terhadap berbagai rangsangan yang ada disekelilingnya. Kita ibaratkan seperti tumbuhan putri malu yang peka terhadap sentuhan, paru-paru penderita asma pun lebih sensitif dibanding paru-paru normal. Yang perlu dicatat pada penderita asma selalu ada pencetus atau rangsangannya.
Tidak Mengenal Usia
Angka kejadian asma pada anak dan bayi lebih tinggi daripada dewasa. Meski demikian, asma dapat mengenai segala jenis usia. Ada bayi berumur kurang dari 1 tahun sudah menderita asma dan jangan heran jika kakek yang berusia 80 tahun pun baru bisa terkena asma. Pada masa kanak-kanak, penderita asma laki-laki lebih banyak daripada perempuan, di usia dewasa terjadi sebaliknya.
Sebenarnya, serangan asma pada pertama kali dapat menentukan perkembangan penyakit ini di kemudian hari. Menurut Prof. Faisal, mereka yang terkena serangan asma pada usia anak 80% diantaranya asmanya menghilang atau sangat berkurang pada saat dewasa.
Gejala
Adanya penyempitan saluran napas membuat gejala utama asma adalah sesak. Lebih khas lagi karena disertai suara mengi pada saat menghembuskan udara. Suara mengi terdengar seperti bunyi halus yang dengan nada tinggi yang timbul akibat udara hembusan napas melewati saluran napas yang sempit. Namun, gejala ini sebenarnya bervariasi, tergantung dari berat ringannya penyakit ini.
Selain sesak napas yang disertai mengi, gejala lainnya adalah batuk, sulit bernapas, terasa berat di dada. Adanya dahak ketika batuk serta kemampuan beraktifitas yang berkurang. Menurut Prof. Faisal yang membuat gejala asma kadang sulit dikenali adalah terkadang bunyi mengi tidak selalu ada. Gejala asma yang ringan bisa hanya batuk-batuk, dan ingat sob, bila batuk lebih berat pada malam hari, maka sobat harus curiga bahwa dia menderita penyakit asma.
Pada serangan asma yang berat, kulit penderita terlihat biru, terutama di sekitar ujung-ujung jari. Hal ini menunjukkan bahwa asupan oksigen di dalam jaringan sudah mulai terganggu. Warna kebiruan di sekitar bibir menandakan serangan asma yang lebih berat lagi. Pada keadaan ini, aliran udara ke paru-paru sangat terhambat sehingga kekurangan oksigen dalam jaringan sudah mencapai kadar yang mengkhawatirkan.
Prof. Faisal menegaskan bahwa ada tiga tanda yang khas pada serangan asma. Yang pertama, serangan asma lebih sering terjadi pada malam hari. Kalau awal serangan bukan pada malam hari biasanya akan memburuk pada malamnya. Selain itu asma bersifat periodik, maksudnya timbul pada waktu-waktu tertentu dimana antar serangan asma penderitanya bisa bebas dari gejala. Tanda khas lainnya adalah asma hampir selalu reversibel atau dapat kembali ke keadaan semula, baik sebagian maupun dengan sempurna.
Individual dan Bervariasi
Menurut dr. Heru, penyakit asma bersifat individual dan bervariasi, maksudnya penyakit ini berbeda antar satu penderita dengan penderita yang lain, bahkan pada seorang penderita bisa terjadi variasi. Ada penderita asma yang mengeluh sesaknya hanya setahun dua kali, dan ada pula yang sepanjang tahun menderita asma.
Berat serangan asma juga dapat berbeda-beda diantara penderitanya. Serangan asma ada yang ringan dimana penderita masih sanggup bekerja atau bersekolah, namun ada juga yang berat sehingga harus tetap di rumah karena sesak. Penderita yang berat dapat terganggu tidurnya karena kesulitan berbaring akibat sesak. Untungnya kasus asma yang berat tidak sering dijumpai. Sebagian besar penderita asma mengalami serangan yang ringan, hanya sebagian kecil yang mengalami serangan berat dan terus menerus. Respon pengobatan pun berlainan, ada yang hanya memerlukan satu macam obat untuk mengatasi serangan asma, ada pula yang perlu bermacam-macam obat.
Pengobatan
Sebelum menentukan terapi untuk penyandang asma, perlu ditentukan dahulu berat dan frekuensi serangannya. Disamping itu, pencetus serangan asma pada tiap pasien harus diketahui dengan tepat. untuk mengetahui beratnya serangan biasanya dokter akan menanyakan gejala-gejala yang ada ketika serangan asma terjadi. Frekuensi serangan didapatkan berdasarkan kekerapan terjadinya. Dokter biasanya juga perlu mengetahui fungsi paru pasien dengan melakukan uji fungsi paru.
Perlu dicatat disini adalah sampai saat ini belum ada istilah sembuh untuk penyakit asma. Hal ini menurut Prof. Faisal karena sebenarnya peradangan yang terus menerus tetap terjadi di saluran napas penyandang asma. Hanya saja secara klinis tidak timbul gejala, istilah yang tepat adalah penyakit asmanya terkontrol. Hal ini juga disetujui oleh dr. Heru yang menegaskan bahwa yang dimaksud dengan terkontrol adalah gejala asma pada pasien tidak ada lagi.
Menurut dr. Heru, ada dua jenis kontrol dalam asma, yang pertama adalah Total control yang berarti selama 8 minggu sama sekali tidak ada gejala, dan yang kedua adalah Well control yag berarti dalam 4 minggu masih ada satu-dua gejala yang memerlukan obat pelega.
Disamping pengobatan, kunci keberhasilan pengobatan adalah dengan menghindari pencetus, yang tersering yang menjadi pencetus asma adalah infeksi saluran napas seperti flu, asap rokok dan polutan serta tungau debu rumah, namun perlu dicatat juga bawah pencetus bagi tiap orang berbeda-beda, pada satu penderita pun dapat terus bertambah. Oleh karena itu biasanya diperlukan tes uji alergi kulit agar pencetus asma dapat lebih dipastikan.
Untuk terapi asma sendiri, ada berbagai pilihan terapi asma. Ada dua jenis obat yang dikenal dalam pengobatan asma, yaitu pelega (reliever) dan pencegah (controller). Obat reliever digunakan pada saat serangan asma akut, sementara obat controller digunakan dalam jangka panjang untuk mencegah timbulnya serangan. Penyandang asma ringan mungkin hanya memerlukan obat reliever, namun mereka yang mengalami asma sedang dan berat seringkali memerlukan obat controller untuk mencapai asma yang terkontrol.
Kedua jenis obat diatas dapat diberikan melalui dua cara, secara sistemik dan lokal. Maksudnya secara sistemik adalah obat itu dapat diberikan melalui oral atau diminum atau juga bisa melalui suntikan, sedangkan secara lokal obat itu dapat diberikan dengan cara dihirup dan bertujuan agar obat dapat langsung mencapai tempat peradangan didalam saluran napas. Obat yang bekerja secara lokal dapat diberikan dengan 2 cara yaitu dengan inhalasi nebulasi (penggunaan uap) dan menggunakan inhaler.
Untuk pengobatan jangka panjang dengan controller, baik pil maupun inhaler masing-masing memiliki berbagai keuntungan dan kerugian. Obat yang diberikan dalam bentuk inhaler dapat lebih cepat bekerja karena langsung di tempat peradangan. Selain itu, karena dosis efektifnya lebih kecil dibanding dengan pil, maka efek sampingnya menjadi minimal. Dari segi efek samping, obat controller yang berbentuk pil memiliki kerugian karena dosis efektifnya lebih besar dibanding inhaler.
Dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan baik di Indonesia maupun di negara maju, obat terbaik untuk menangani asma ternyata adalah inhaler! Menurut Prof. Faisal, obat inhaler lebih unggul baik untuk mengatasi serangan akut asma maupun pengelolaan asma jangka panjang. Walaupun di kalangan masyarakat cara pengobatan ini belum dilaksanakan sepenuhnya karena terbentur masalah biaya, memang harga obat inhaler cukup mahal sob, sehingga cukup banyak penyandang asma yang memilih tidak menggunakannya.
Padahal menurut Prof. Faisal, penggunaan inhaler untuk pengobatan jangka panjang sebenarnya relatif lebih murah dibanding tidak menggunakan obat sama sekali. Hal ini disebabkan lebih besarnya biasa untuk perawatan rumah sakit, pengobatan pada saat serangan, serta biaya lainnya yang harus dikeluarkan karena penyakit asmanya tidak tertangani dengan baik, berbeda dengan mereka yang menggunakan inhaler, asmanya bisa terkontrol dengan lebih baik.
0 Response to "Menyelami Asma Menurut dr. Heru Sundaru, SpPD-KAI"
Post a Comment