Disfungsi Ereksikah Sobat? Menurut dr. Herdiman Bernard Purba, SpRM
Di indonesia, sekitar 10-15% laki-laki yang sudah menikah mengalami disfungsi ereksi. Salah satu penyebabnya adalah depresi akibat pekerjaan dan perubahan gaya hidup. Apabila diabaikan, kondisi itu akan menimbulkan efek psikologis seperti stres, kinerja menurun dan pasangan tidak puas dalam kebutuhan psikologis.
Dr. Herdiman Bernard Purba, SpRM, seorang Konsultan Seksologi mengatakan, Disfungsi Ereksi adalah ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan hubungan seks yang memuaskan. Peluang terjadinya disfungsi ereksi meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Disfungsi ereksi juga merupakan salah satu gejala dari berbagai penyakit seperti diabetes melitus alias kencing manis, penyakit jantung, kadar lemak tinggi dan hipertensi. Disfungsi ereksi juga dapat terjadi sebagai dampak dari terapi obat, operasi besar atau radioterapi. Selain itu, disfungsi ereksi sering dihubungkan dengan munculnya rasa depresi, hilang rasa percaya diri, persepsi diri yang buruk, serta meningkatnya rasa gelisah atau ketegangan dengan pasangan seksual.
Kepuasan dan Tingkat Kekerasan Ereksi
Dr. Bernard menjelaskan berdasarkan hasil survey yang dilakukan di 27 negara termasuk Indonesia, dihasilkan bahwa setengah responden laki-laki dan perempuan menyatakan tidak sepenuhnya puas dengan hubungan seksualnya dan mayoritas laki-laki tidak merasa selalu puas dengan tingkat kekerasan ereksinya.
Selain itu, secara global didapati bahwa laki-laki dan perempuan menyatakan kekerasan ereksi penting dalam mencapai hubungan seksual yang memuaskan. Sayangnya hanya sekitar sepertiga dari mereka yang pas dengan kondisi kekerasan ereksi dan 48% laki-laki mengaku mempunyai hubungan masalah ereksi dalam hubungan seksualnya sob.
Target Terapi
Menurut dr. bernard, dalam tiga dekade belakangan ini telah terjadi perkembangan yang dramatis dalam upaya pengobatan laki-laki penderita disfungsi ereksi hingga ditemukannya terapi oral pada tahun 1990-an. Pada difungsi ereksi terjadi gangguan pada cGMP, yaitu dengan adanya enzim phosphodiesterase-5 (PDE5) yang menghidrolisa cGMP sehingga relaksasi dari otot polos corpus kavernosum penis terhambat dan penambahan aliran darah untuk proses terjadinya ereksi tidak tercapai. Penghambat PDE5 merupakan obat vasoaktif yang secara khusus dikembangkan untuk pengobatan disfungsi ereksi. Mekanisme kerja obat itu adalah dengan aktif menghambat enzim PDE5 yang menyebabkan naiknya kadar cGMP sehingga menimbulkan relaksasi pada otot polos di penis. Dr. Bernard menjelaskan bahwa target terapi disfungsi ereksi adalah mengoptimalkan tingkat kekerasan ereksi seperti yang terukur dengan 4 poin pengukuran Erection Hardness Score (EHS).
Nilai Kekerasan Ereksi
EHS adalah metode pengukuran tingkat kekerasan ereksi yang dapat dilakukan sendiri dengan menggunakan empat skala pengukuran yang sederhana. EHS awalnya dikembangkan oleh dr. Irwin Goldstein untuk digunakan pada uji klinis sildenafil sebagai tambahan alat ukur pada pengujian khasiat obat. EHS berfungsi mengukur tingkat kekerasan ereksi sekaligus efektifitas pengobatan pada pasien yang menderita disfungsi ereksi. Konsensus baru dari para ahli menganjurkan penggunaan EHS untuk memantau dan mengobati pasien hingga mencapai potensi ereksi yang sempurna.
EHS menggunakan skala nilai 1-4 sebagai acuan untuk melihat status seksual dan efektifitas pengobatan. Dr. Bernard mengatakan bahwa tingkat yang paling bagus dan dapat meningkatkan keharmonisan dalam hubungan seksual adalah tingkat keempat.
Berikut adalah keterangan skala nilainya :
1=Penis membesar namun tidak mengeras
2=Penis mengeras namun tidak cukup keras untuk penetrasi.
3=Penis cukup keras untuk penetrasi namun tidak seluruh keras.
4=Penis keras seluruhnya dan tegang sepenuhnya.
0 Response to "Disfungsi Ereksikah Sobat? Menurut dr. Herdiman Bernard Purba, SpRM"
Post a Comment